Teori
Etika dan Profesi
Etika
Etika merupakan kata yang berasal dari
bahasa Yunani yaitu “Ethos” yang
berati adat istiadat/kebiasaan yang baik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1995), Etika adalah nilai mengenai benar atau salah yang dianut suatu golongan
atau masyarakat. Terdapat begitu banyak pengertian mengenai etika. Menurut
Maryani dan Lugido (2001), etika adalah seperangkat aturan atau norma atau
pedoman yang mengatur prilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang
harus ditinggalkan, yang dianut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau
profesi. Kemudian, menurut Solomon (2000), terdapat dua definisi yang
menggambarkan etika. Pertama, etika adalah karakter individu yang dikategorikan
sebagai pengertian orang baik. Kedua, etika adalah hukum sosial yang
mengendalikan dan membatasi prilaku seseorang.[1]
Fungsi dari etika adalah sebagai
berikut;[2]
a. Sarana untuk memperoleh orientasi kritis
berhadapan dengan berbagai moralitas yang membingungkan
b. Etika ingin menampilkan keterampilan
intelektual yaitu keterampilan untuk beragumentasi secara rasional dan kritis
c. Orientasi etis ini diperlukan dalam
mengambil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme
Etika memiliki 6 prinsip yaitu;
Keindahan, Persamaan, Kebaikan, Keadilan, Kebebasan dan Kebenaran. Keenam
prinsip ini lah yang mencoba menjabarkan berbagai pedoman hidup dalam
masyarakat. Di dalam etika, terdapat beberapa teori-teori yang dapat
meng-aplikasikan etika, diantaranya;
1. Deontologi; berasal dari bahasa Yunani
yaitu “Deon” yang berati kewajiban.
Dalam hal ini dimaksudkan bahwa manusia wajib untuk bertindak secara baik.
2. Teleologi; dalam teori etika teleologi
terdapat pengukuran baik-buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau
dicapai dari tindakan tersebut. Suatu tindakan dinilai baik/bermoral ketika
dampak atau akibat yang ditimbulkan dari tindakan tersebut merupakan dampak
yang baik dan berguna.
3. Egoisme Etis; dimana tindakan dari
setiap orang pada dasarnya adalah untuk mengejar kepentingan pribadi dan
memajukan dirinya sendiri. Menurut Aristoteles “tujuan hidup dan tindakan
setiap manusia adalah untuk mengejar kebahagiaanya. Egoisme ini dapat dianggap
bermorak atau etis karena kebahagiaan dan kepentingan pribadi dalam bentuk
kehidupan, hak dan keamanan, secara moral dianggap baik dan pantas untuk
dipertahankan.
4. Egoisme Hedonistis; dimana mengartikan
tindakan bermoral sebagai tindakan yang mendatangkan kenikmatan dan menghindari
penderitaan. Dalam mencapai tujuannya menghalalkan segala cara walaupun
mengorbankan hak dan kepentingan orang lain.
5. Hak; didasarkan pada martabat manusia
yang sama dan sederajat
6. Keutamaan; didefinisikan sebagai
disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia bertingkah
laku secara baik dan bermoral.[3]
Profesi
Profesi
berasal dari bahasa latin yaitu “professio”,
yang berarti pengakuan atau pernyataan publik. Menurut Posner (1995), profesi
merupakan suatu pekerjaan yang tidak hanya membutuhkan pengetahuan, pengalaman
dan kecerdasan umum, tetapi juga penguasaan kgusus yang berupa abstraksi dari
ilmu pengetahuan atau beberapa bidang lain yang memiliki struktur intelektual
seperti teologi atau hukum.[4]
Profesi
merupakan suatu bentuk komitmen pribadi tinggi seseorang dalam hal keahlian,
kemampuan atau pekerjaan seseorang yang dilaksanakan sebagai mata pencaharian
kehidupan pokok, mengandalkan keahlian dan keterampilan tinggi. Profesi
memiliki ciri-ciri yang diantaranya;
a. Keahlian dan keterampilan khusus;
profesi memiiliki suatu keahlian dan keterampilan khusus untuk bisa menjalankan
pekerjaannya dengan baik
b. Komitmen; profesi dijalankan oleh
seseorang yang berkomitmen moral tinggi untuk melakukan pengabdian diri kepada
masyarakat
c. Izin; profesi tinggi memerlukan
perizinan khusus untuk menjalankan profesi tersebut.[5]
Teori
Etika dan Profesi
Dasar
dari etika profesi adalah kewajiban pelaku profesi untuk bertindak demi
kebaikan /kepentingan klien.[6]
Beberapa hal yang menjadi prinsip etika profesi, antara lain;
1. Tanggung Jawab; seseorang profesional
harus bertanggung jawab terhadap segala sesuatu akibat yang dapat terjadi
akibat pekerjaan yang dilakukannya. Tanggung jawab tersebut bisa ditujukan
kepada kehidupan dan kepentingan orang lain, masyarakat ataupun terhadap diri
pribadi.
2. Keadilan, seorang profesional harus
mampu berbuat adil, tidak merugikan hak dan kepentingan orang lain. Serta,
memiliki intergritas pribadi dan moralitas tinggi.[7]
Teori Etika Profesi
dalam Akuntansi [8]
Suatu profesi
yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik yang
merupakan seperangkat prinsip-prinsip moral dan mengatur tentang perilaku
profesional (Agoes, 1996). Tanpa etika, profesi akuntansi tidak akan ada fungsi
akuntansi sebagai penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis
oleh para pelaku bisnis. Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap etika profesi
adalah akuntan publik, penyedia informasi akuntansi dan mahasiswa akuntansi
(Suhardjo dan Mardiasmo, 2002).
Etika profesi
akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode Etik ini
mengikat para anggota Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan dapat dipergunakan
oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI. Kode Etik
adalah norma perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan dengan kliennya,
antara akuntan dengan sejawat, dan antara profesi dengan masyarakat
(Sihwajoeni, 2000). Terdapat dua sasaran pokok dari kode etik yaitu: pertama
kode etik bermaksud melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh
kelalaian baik secara sengaja ataupun tidak sengaja dari kaum profesional.
Kedua kode etik juga bertujuan melindungi keluhuran profesi tersebut dari
perilakuperilaku buruk orang-orang tertentu yang mengaku dirinya profesional
(Keraf, 1998). Menurut Keraf, prinsip etika profesi adalah (1) tanggung jawab
terhadap pelaksanaan pekerjaan, (2) tanggung jawab terhadap dampak
kemasyarakatan umum, (3) keadilan, tak melanggar hak orang lain, (4) otonomi
berkode etik.
Menurut Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI), prinsip etika profesi adalah :
·
Tanggung
Jawab Profesi Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap
anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam
semua kegiatan yang dilakukannya.
·
Kepentingan
Publik Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen
atas profesionalisme.
·
Integritas
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk antara lain, bersikap jujur dan
berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa.
·
Obyektivitas
Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur
secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan
kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
·
Kompetensi
dan Kehati-hatian Profesional
·
Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi
dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa
klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik
yang paling mutakhir. Kerahasiaan Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan
informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh
memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila
ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
·
Prilaku
Profesional
·
Setiap
anggota harus berprilaku yang konsisten dengan reputasi yang baik dan menjauhi
tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Standar Teknis Setiap anggota
harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar
profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati,
anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa
selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Fakta mengatakan bahwa berprilaku profesional diperlukan bagi semua profesi,
agar profesi yang telah menjadi pilihan mendapat kepercayaan dari masyarakat
(Media Akuntansi 2002). Hunt dan Vitell (1986:5-16) mengatakan bahwa kemampuan
seorang profesional untuk dapat mengerti dan peka akan adanya masalah etika
dalam profesinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan budaya atau masyarakat
dimana profesi itu berada, lingkungan profesinya, lingkungan organisasi atau
tempat ia bekerja serta pengalaman pribadinya.
[1] http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37062/4/Chapter%20II.pdf
diakses pada Minggu, 18 Oktober 2015
[2] Ibid
[3] http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/360/jbptunikompp-gdl-uminarinaw-17979-1-teori.pdf
diakses pada Minggu, 18 Oktober 2015
[4] Eryati Darwin, dkk. “Etika Profesi Kesehatan”
(Yogyakarta;deepublish|publisher, 2014) hlm.6
[5] http://dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1190211015138487302619November2013.pdf
hlm.36 diakses pada Minggu, 18 Oktober 2015
[6] Daryl Koehn. “Landasan Etika Profesi”. (Yogyakarta;Kanisius,2000)
hlm.147